2020 adalah tahun yang unik. Pandemi Covid-19 memberikan tantangan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bagi banyak orang, terutama yang masih berusia muda, 2020 merupakan “ujian mental real” pertama dalam hidup. Tidak terkecuali saya. 7 bulan bergulat dalam ketidakpastian, saya terjerembap dalam anxiety disorder. Meskipun masih dalam tingkatan moderate yang berarti masih fungsional, dan untungnya tidak combo dengan depresi, saya mencari banyak cara untuk menyembuhkan penyakit mental ini. Dari berbagai teknik dan aktivitas yang saya coba, meditasi memberikan efek powerful yang mengobrak-abrik pemahaman saya tentang kesehatan mental dan juga tentang cara pikiran saya bekerja.
Setelah rutin bermeditasi 2 kali sehari selama 2 bulan, saya seperti tidak mengenal lagi pikiran saya yang dulu. I’m a completely different person. Mindfulness simply works. Sekarang saya malah heran bagaimana saya bisa hidup waras 24 tahun terakhir tanpa mindfulness. Haha.
Saya hanya mencoba 2 aplikasi meditasi mindfulness dari sekian banyak yang ada di pasaran, yaitu Waking Up dan Headspace. Sebenarnya bukan versus juga ya, karena saya memakai dua-duanya secara simultan, tetapi blogpost ini adalah perbandingan keduanya. Ini adalah review subjektif dari sudut pandang seorang pemula di dunia meditasi. Let’s jump right in.
Daftar Isi
Waking Up
Saya sudah lama mendengar tentang app ini, namun karena dulu tidak tertarik meditasi karena menganggap tidak ada yang perlu diubah dari mental saya, jadinya saya mengabaikannya. Namun, setelah direkomendasikan oleh sahabat saya, Yudha Situmorang, yang sudah terlebih dahulu mencobanya, I give it a try. Ini adalah aplikasi meditasi pertama yang saya coba.
Aplikasi ini dibuat oleh Sam Harris, seorang neurosaintis dan penulis buku. Saya sempat skeptis tentang bagaimana orang yang terkenal sebagai bagian dari “The Four Horsemen” bisa ahli juga dalam hal spiritual seperti meditasi sampai berani-beraninya meluncurkan platform sendiri. Namun, saya pleasantly suprised dengan kualitas aplikasi ini. Jelas bahwa ini bukan sekedar fun project dari Sam Harris, namun didesain dan direncanakan dengan matang. Saya juga bisa merasakan bahwa aplikasi ini tidak dibuat dengan asal-asalan, namun dengan jiwa. Ada juga aura idealis dalam aplikasi ini, dimana saya rasakan sama sekali tidak mencoba memuaskan banyak orang dengan teknik meditasi yang “mudah dicerna”, namun dengan metode yang memang dianggap terbaik oleh Sam Harris.
Aplikasi
Tampilan aplikasinya bersih dan minimalis. Terdapat beberapa menu di bagian bawah; menu “Theory” untuk file-file audio dengan subkategori “Lessons”, “Conversations”, dan “Questions & Answers”, menu “Practice” yang berisi berbagai macam latihan meditasi, serta menu “Timer” untuk mencatat sendiri waktu meditasi anda. Overall, user interface aplikasi ini didesain dengan baik dan sangat mudah dipahami.
Fitur
Saat pertama kali memulai, kamu akan direkomendasikan untuk mengambil “Introductory Course” yang berisi 28 latihan meditasi untuk 28 hari, meskipun saya tidak sabar dan menghabiskannya dalam 14 hari :)). Dimulai dengan perkenalan tentang apa itu meditasi, mempelajari teknik-teknik dasar, hingga pelan-pelan menguasai teknik-teknik yang lebih advanced. Saya rasa progresi yang diberikan oleh “Introductory Course” sangat membantu dalam menanamkan fundamental dari mindfulness. Jika kamu sudah menyelesaikan “Introductory Course”, maka kamu bisa mengakses latihan-latihan lainnya yang dikelompokkan berdasarkan tema, seperti Metta (loving-kindness), The Stoic Way, dan Effortless Mindfulness. Terdapat beberapa narator lain dalam setiap sectionnya, seperti “Introduction to the Koan Way” yang dinarasi oleh Henry Shukman.
Bagian “Theory” berisi banyak sekali pelajaran-pelajaran menarik sebagai suplemen latihan meditasi. Jika bagian “Practice” diumpamakan sebagai pelatih sepakbola yang menyuruh kita untuk menendang bola dengan cara tertentu, bagian “Theory” merupakan penjelasan mendalam mengapa cara menendang itu dipilih serta mekanisme-mekanisme di baliknya. Sam Harris menguliti konsep tentang pikiran, kesadaran, serta self di bagian ini.
Setiap hari, akan ada “Daily Meditation” yang bisa diakses. Kamu dapat memilih durasinya antara 10 menit atau 20 menit. Bagian ini diperbarui setiap hari.
Gaya Meditasi
Sam Harris menyerang langsung pandangan kita tentang “Self”, kekuatan pikiran, gratitude, dll. Jelas bahwa Sam Harris ingin pengguna untuk memiliki framework berpikir yang baru, bukan sekedar bermeditasi.
Sam Harris merupakan narator yang masterful. Pengucapan yang jelas, intonasi yang sesuai, dan bagi saya pribadi sangat mudah untuk “percaya” dengan Sam Harris, suara yang familiar bagi saya. Saya tidak perlu khawatir dia akan memasukkan teknik pseudosains yang “aneh-aneh”, karena saya percaya dengan pengetahuan dan kemampuan logikanya. Untuk orang yang alergi dengan “positive thinking” dan “ada kekuatan di luar sana”, hal ini membuat saya relaks sepenuhnya saat bermeditasi.
Biaya Berlangganan
Aplikasi ini mematok biaya berlangganan Rp 429.000 untuk setahun. Namun, kamu bisa mendapatkannya secara GRATIS dengan cara mengirimkan email permintaan ke mereka. Sam Harris mengatakan bahwa dia tidak ingin ada yang tidak bisa menikmati aplikasi ini karena alasan biaya. No questions asked, free if you ask.
Pros & Cons
Headspace
Setelah sebulan bermeditasi dengan Waking Up, saya mencoba aplikasi Headspace yang mendapat rave review dari mutual saya di Twitter, @sarnisr. Penasaran perbandingannya dengan Waking Up, saya putuskan mencoba Headspace.
Founder aplikasi ini, Andy Puddicombe, adalah mantan biksu Buddha yang berasal dari Inggris. Dari sini saja saya sudah tertarik. Saya selalu respek dengan orang yang memiliki skin in the game. 10 tahun meninggalkan negara asalnya untuk mendalami meditasi? Sign me the F up. Jelas bahwa Andy Puddicombe bukan seorang “impostor” yang hanya ingin menghasilkan uang dari app ini, namun sudah mengorbankan porsi besar dari hidupnya untuk mendalami meditasi. Saya ingin belajar dari orang yang sudah memiliki pengalaman, bukan “sekedar teori”.
Aplikasi
Overall, tampilan aplikasinya cukup baik, navigasi yang mudah, serta loading time yang cepat. Desain visualnya cukup menarik dengan warna yang berbeda antar menu. Pada bagian profile, kamu dapat menambahkan teman, melihat stats meditasi, serta melihat riwayat meditasi. Kekurangannya adalah saya belum menemukan cara untuk mem-bookmark salah satu course karena aplikasi ini hanya menunjukkan bagian “Recent”.
Fitur
Headspace adalah aplikasi kaya fitur. Tidak hanya sekedar meditasi, aplikasi ini menyediakan fitur lain seperti “Sleep” yang berisi bermacam audio seperti sleepcasts, wind downs, nighttime SOS, sleep music, soundscapes, dan sleep radio. Ada juga fitur “Move” untuk olahraga, serta menu “Focus” yang berisi musik serta guided exercise. Aplikasi ini adalah aplikasi “do-it-all”.
Namun, saya akan berfokus pada fitur meditasinya. Berbeda dengan Waking Up, Headspace menyediakan banyak course yang membahas berbagai topik. Terdapat course mulai dari Acceptance, Balance, Managing Anxiety, Mindful Eating, hingga Sports. Satu course berisi 1-3 level dengan 10 meditasi setiap levelnya. Terdapat pilihan durasi antar 10, 15, atau 20 menit. Di banyak course terdapat 2 pilihan teacher, yaitu Andy atau Eve. Banyak juga “singles” berdurasi 1-3 menit dengan animasi menarik untuk lebih mudah memahami konsep. Dengan ratusan course yang ada di aplikasi ini, sepertinya apapun “keluhan”-mu pasti ada coursenya deh. 😀 Saya baru mencoba course “Restlessness” dan “Managing Anxiety” dan cukup puas dengan kualitasnya. Pernah juga memakai fitur “Sleep” untuk background noise saat tidur, namun sudah tidak saya pakai lagi untuk melatih diri tidur tanpa bantuan. Ada juga menu “SOS” yang berisi “meditasi P3K” berdurasi 3 menit jika terserang panik, burn out, atau nyeri. Ingin bermeditasi bareng virtual? Ada fitur “Group Meditation”. “One stop meditation centre” mungkin julukan yang tepat buat aplikasi ini.
Kekurangannya, tidak seperti Waking Up, saya tidak menemukan bagian “Theory” di aplikasi ini sehingga saya tidak bisa meninjau lebih dalam filosofi dibalik teknik yang digunakan. Ada perasaan kurang personal yang saya rasakan jika tidak mengetahui latar belakang filosofi dari narator meditasi.
Gaya Meditasi
Berkebalikan dengan Waking Up, meditasi Headspace sangat mudah dicerna. Tidak tercium aroma “the universe is deterministic” yang kental ala Waking Up. Teknik-teknik yang dipakai juga sederhana sehingga mudah untuk dilakukan. Saya belum menemukan konsep sulit seperti “The Illusory Self” aliran Sam Harris. Bagi saya, gaya meditasi yang “nggak ribet” ini mempunyai tempat tersendiri di saat saya ingin bermeditasi santai tanpa menuangkan banyak energi otak. Beberapa course-nya juga dibantu animasi yang “nempel” di otak sehingga mudah di-recall saat menjalani hari.
Terasa bahwa Andy Puddicombe tidak ingin menumbuhkan imej “menyeramkan” tentang meditasi. Gaya meditasinya dapat diterima oleh semua orang. Tidak heran Headspace berhasil menjadi aplikasi meditasi paling populer di pasaran.
Meskipun gaya meditasinya terkesan di-“dumb down”, namun menurut saya Headspace tidak mengorbankan kualiatas. Andy memilih gaya meditasi yang dapat diterima semua orang namun tetap memiliki efek yang powerful. Sering sekali, simpler is better.
Biaya Berlangganan
Headspace mematok harga Rp 24.900 per bulan. Untuk aplikasi yang sangat kaya fitur, menurut saya ini adalah harga yang murah. 25 ribu. Lebih murah dari sekali makan di RM Sederhana. 25 ribu per bulan untuk kesehatan mental? Tentu bukan harga yang mahal.
Pros & Cons
Jadi, Pilih Yang Mana?
Bagi saya, Waking Up dan Headspace adalah komplementer. Saya memakai keduanya dan menurut saya keduanya memiliki tempat masing-masing. Waking Up dengan gaya yang lebih filosofis dan Headspace yang cenderung “easy meditation” menciptakan combo yang sempurna. Hanya saja, kerugiannya, di keseharian saat menghadapi masalah mental saya sering bingung memilih teknik yang mana. Haha.
Yang cocok bagi saya belum tentu cocok bagi anda. Selain Waking Up dan Headspace juga banyak aplikasi meditasi lainnya. Try them yourself.